5 Kriteria Boikot Menurut Fatwa MUI
Di Indonesia, MUI atau Majelis Ulama Indonesia sebagai otoritas keagamaan tertinggi dalam Islam memiliki panduan khusus mengenai kriteria boikot, terutama bagi umat Islam yang ingin mengambil sikap atas suatu isu.
Berikut ini adalah lima kriteria boikot menurut fatwa MUI menurut Fatwa No 14/Ijtima’ Ulama/VIII/2024:
1. Kepemilikan Saham Mayoritas
Kriteria pertama yang diperhatikan MUI dalam menentukan entitas yang layak diboikot adalah kepemilikan saham mayoritas. Saham mayoritas dalam sebuah perusahaan mencerminkan kontrol dan pengaruh terbesar terhadap kebijakan perusahaan tersebut.
Jika saham mayoritas dikuasai oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan atau kebijakan yang merugikan umat Islam atau menentang nilai-nilai Islam, maka perusahaan tersebut patut diwaspadai.
Misalnya, jika entitas tersebut terlibat dalam pendanaan aktivitas yang bersifat merugikan kemanusiaan, maka konsumen Muslim dianjurkan untuk menjauhi produk atau layanan mereka.
2. Entitas Asing
MUI juga memberikan perhatian khusus pada entitas asing, terutama yang berasal dari negara atau wilayah yang memiliki kebijakan atau tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Entitas asing ini bisa berupa perusahaan, organisasi, atau pemerintah yang secara langsung atau tidak langsung mendukung kebijakan yang merugikan umat Muslim di berbagai negara.
Sebagai contoh, perusahaan asing yang berasal dari negara yang terlibat dalam penjajahan, diskriminasi terhadap Muslim, atau mendukung rezim yang menindas negara mayoritas Muslim bisa menjadi target boikot.
Hal ini bukan hanya tentang negara asal perusahaan tersebut, tetapi juga sikap perusahaan dalam mendukung atau bekerja sama dengan kebijakan politik yang merugikan umat Islam. Fatwa ini mengingatkan pentingnya memahami posisi politik entitas asing yang beroperasi di Indonesia.
3. Sikap Politik
Jika sebuah perusahaan memiliki pandangan politik yang secara terang-terangan bertentangan dengan ajaran Islam atau mendukung tindakan politik yang merugikan umat Muslim, maka perusahaan tersebut layak diboikot.
Sikap politik yang dimaksud bisa dalam bentuk dukungan terhadap tindakan yang menindas kaum minoritas, kebijakan yang menentang nilai-nilai keadilan, atau mendukung pihak yang memusuhi Islam.
Sikap politik ini biasanya terlihat dalam kebijakan perusahaan, kontribusi mereka terhadap kelompok atau tokoh politik tertentu, atau pernyataan publik yang mereka keluarkan terkait dengan isu-isu global.
4. Nilai-Nilai Produsen
Nilai-nilai ini mencakup berbagai aspek, seperti cara perusahaan memperlakukan karyawan, kepedulian terhadap lingkungan, hingga kebijakan terhadap hak asasi manusia.
Jika nilai-nilai perusahaan tersebut mengabaikan keadilan, kemanusiaan, atau prinsip-prinsip etika yang dianut dalam Islam, maka boikot bisa menjadi langkah yang tepat.
Sebagai contoh, produk yang secara terang-terangan mempromosikan gaya hidup yang bertentangan dengan ajaran agama atau berkontribusi terhadap masalah sosial yang merugikan masyarakat bisa menjadi alasan kuat untuk memboikotnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menekankan pentingnya memilih produk yang diproduksi oleh perusahaan yang menjalankan bisnis dengan prinsip-prinsip yang sejalan dengan ajaran Islam.
5. Pernyataan Politik dan Ekonomi
Pernyataan politik dan ekonomi ini bisa berupa dukungan langsung terhadap kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, atau pernyataan yang mendiskreditkan umat Islam secara global.
Sering kali perusahaan besar memiliki pengaruh yang signifikan dalam dunia politik dan ekonomi. Jika mereka menggunakan pengaruh ini untuk mendukung tindakan atau kebijakan yang merugikan Muslim, maka umat Islam dianjurkan untuk mengambil sikap tegas dengan melakukan boikot.
—
Fatwa MUI menekankan bahwa boikot adalah bentuk protes damai yang bertujuan untuk menekan entitas tersebut agar mengubah kebijakan atau sikap mereka. Di era digital ini, kampanye boikot juga dapat diperkuat dengan video marketing yang mampu menjangkau lebih banyak orang untuk menyebarkan kesadaran tentang pentingnya boikot demi keadilan.
Boikot bukan sekadar tindakan emosional, tetapi sebuah langkah yang didasarkan pada pertimbangan etis dan prinsip agama yang kuat. Umat Islam didorong untuk bertindak bijak dan selektif dalam memilih produk atau layanan, serta selalu mengutamakan keselarasan dengan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.