True Story. Kisah cerita kegagalan - kebangkrutan dalam
berbisnis sudah biasa terjadi. Jangankan usaha kecil, perusahaan besar skala
internasional saja bisa bangkrut. Hal itu merupakan konsekwensi dari apa yang
telah kita putuskan. Berani terjun dalam dunia bisnis, berarti siap dengan dua resiko
kemungkinan. Sukses atau gagal. Untung atau rugi. Menjadi kaya raya atau jatuh
miskin.
Jadi, saat bisnis yang Anda bangun dengan susah payah mulai
dari 0 tiba-tiba kolaps, bangkrut, jatuh pailit itu merupakan bagian dari resiko. Untuk beberapa
saat, silahkan menangis sepuasnya. Luapkan segala sesak di dada. Muntahkan
segala kekecewaan, kemarahan, kekesalan, ketidakpuasan yang terpendam. Itu
manusiawi. Selagi tidak merugikan dan membahayakan orang lain maupun diri
sendiri, lakukan saja. Setidaknya, dengan cara itu Anda kecapekan, lalu
tertidur pulas.
Masalahnya, sampai kapan akan seperti itu? Perlu waktu
berapa lama sampai kita bisa menerima kenyataan pahit bahwa bisnis kita telah
bangkrut, hancur berkeping-keping? 1, 2, 3 hari? Seminggu, 2 minggu? Sebulan, 2
bulan? Dan semakin lama kita tenggelam dalam penyesalan, semakin dalam kita
akan terpuruk.
Hal terbaik yang harus kita lakukan adalah segera
bangkit, bangkit dan bangkit! Lebih cepat, lebih baik!
Enak sekali ya ngomongnya? Bangkit! Yang kasih semangat
sih enak, tinggal bilang “bangkitlah...!!”. Yang menjalani ini, susahnya
setengah mati. Coba situ yang dalam posisi usahanya bangkrut, pasti mewek, hiks...
Siapa bilang saya tak pernah bangkrut? Asal tahu saja,
3 kali gonta-ganti usaha karena gulung tikar. Ya, meskipun bukan bisnis
besar, bangkrut tetap saja bangkrut. Sakitnya sama saja. Modal habis, hutang
menumpuk belum terbayar, dikejar-kejar sama debt collector, ditangisi anak istri
karena tak ada uang buat beli beras. So, jika Anda masih punya uang untuk
membeli nasi, jangan sombong merasa jadi orang paling sengsara di dunia.
Saya tidak mengarang cerita. Saya pernah makan dari
uluran tangan sanak saudara pada saat mengalami kebangkrutan usaha. Istri
pernah ngutang belanja dapur dari penjual sayur belakang rumah selama beberapa
bulan.
Tapi bukan kronologis kisah kegagalan usaha yang akan kita
bahas di sini. Tapi bagaimana solusi bangkit dari kebangkrutan usaha. Cara
mencari jalan keluar dari situasi sulit. Solusi dalam memecahkan masalah yang
kita hadapi. Bukankah itu yang paling penting?
Dan inilah cara saya bangkit dari kebangkrutan usaha.
Solusi saya keluar dari masalah kesulitan ekonomi. Boleh percaya boleh tidak,
tips sederhana ini memang merupakan jalan keluar yang saya ambil. Cerita ini
juga kisah nyata yang saya alami, bukan fiksi atau cerpen
1. Pikirkan nasib keluarga
Ya, pikirkan nasib anak istri jika Anda adalah seorang
suami. Pikirkan nasib suami dan anak-anak jika Anda adalah seorang istri.
Pikirkan nasib ayah ibu jika Anda masih lajang. Intinya, pikirkan nasib
keluarga dan orang yang Anda cintai. Itu kunci pertama
Pikirkan dan jawab pertanyaan-pertanyaan ini
- Bagaimana anak istri bisa makan kalau aku terus larut
dalam keadaan?
- Bagaimana aku bisa mendapat penghasilan jika tak segera
bangkit mencari sumber pendapatan?
- Bagaimana perasaan ayah ibu melihat keadaanku seperti
ini?
- Betapa malunya keluarga jika aku mati karena bunuh
diri?
Saya kira jika pertanyaan tersebut berhasil Anda jawab,
motivasi untuk secepatnya bangun sudah ada di tangan. Lupakan dulu pertanyaan,
“mengapa usaha saya gagal?”. Itu perlu waktu lama. Bisa berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun untuk menemukan jawaban yang tepat. Keburu anak istri menangis
kelaparan!
Setidaknya saya telah membuktikan cara tersebut. Anak
adalah sumber inspirasi dan motivasi terbesar dalam hidup saya, setelah kuasa
Tuhan tentunya.
2. Jadilah orang yang sombong
Kesombongan itu kadang berdampak positif. Maksudnya
bukan menyombongkan kepintaran, kekayaan, kecakepan dll pada orang lain. Tapi
sombong pada diri sendiri. Sekali-kali tak masalah berdiri di depan cermin
sambil berkacang pinggang dan berkata lantang:
- Hai, jelek! Kau ini orang hebat. Tunjukkan itu pada
dunia!!
- Hanya karena masalah begini saja sampai membuatmu putus
asa? Hadew..., malu-maluin saja!
- Kemarin kau memarahi karyawanmu karena malas bekerja.
Lihatlah, apakah ini yang kau sebut rajin dan hendak kau contohkan? Pantas saja
bisnismu gagal total!!
- Wahai jiwa-jiwa nestapa... bangkitlah... tunjukkan
siapa dirimu yang sebenarnya
Entahlah, apakah cara ini cocok bagi Anda atau tidak.
Tapi dengan latar belakang sebagai anak yatim sejak kecil, saya terbiasa
menyelesaikan masalah sendiri. Jadi, rasa sombong itu otomatis muncul jika
menghadapi kegagalan. Dan dengan kesombongan itulah, memberi energi berlipat
dalam menghadapi masalah seberat apapun. Logikanya, jika kemarin bisa, kenapa
sekarang tidak? Gitu aja mah, keciiiil...!!
3. Cari penghasilan di tempat yang jauh
Maaf, saya tidak menyarankan lari dari tanggung jawab.
Mungkin saja dalam keadaan bangkrut, kita masih punya banyak tanggungan hutang.
Mencari penghasilan di tempat yang jauh, bukan berarti melupakan kewajiban.
Justru karena ingin mencari uang untuk melunasi hutang tersebut,
Kenapa harus di tempat yang jauh?
- Suasana baru bisa membuat kita mendapatkan mood dan
semangat yang baru
- Di tempat yang jauh, dimana tak seorangpun mengenal,
membuat kita tidak malu, gengsi untuk memulai bisnis baru atau bekerja apa saja
yang penting halal
- Di tempat baru, untuk sementara kita tidak bertemu muka
langsung dengan orang yang menagih hutang, yang akan membuat kita tambah sumpek
- Di tempat baru, kita bisa menganalisa kegagalan dan
menyusun strategi baru untuk mengembalikan kejayaan bisnis dengan tenang
- Di tempat jauh kita bisa belajar berhemat. Terutama
bagi yang suka bergaya nge-boss, suka traktir sana-sini dan (maaf)
menghamburkan uang untuk “biaya kenakalan”. Tahu kan maksudnya apa?
Itu juga yang dulu saya lakukan. Setelah bangkrut dari
bisnis supplier mainan anak di Malang, saya “lari” ke Surabaya. Kebetulan ada
teman yang nawari kerja di perusahaan advertising outdoor. Dari situ saya
belajar siang malam mengenal cara membuat reklame, ngelas, membuat huruf timbul
dll.
Saya ingat betul. Siang kerja sebagai marketing, malam
sering bantuin tukang memasang baliho, neonbox, neon sign dan reklame iklan
segede gajah di ketinggian puluhan meter. Padahal, saya digaji hanya untuk
tugas pemasaran. Tapi karena ingin belajar sekaligus melipur hati karena jauh
dari anak istri, saya rela tak digaji ikut membantu urusan teknis lapangan di
malam hari. Tentu saja tak digaji, karena di luar perintah lembur dan tanpa
sepengetahuan atasan.
Tapi efeknya, karena “lembur kerja bakti” tersebut, saya
paham betul seluk beluk marketing advertising sekaligus mahir ngelas, lihai
membuat neon box dan teknik produksi reklame lain. Ilmu katon yang terlihat mudah tapi sulit dilakukan tanpa latihan jam
terbang. Dan itulah gaji terbesar yang pernah saya dapat dalam bekerja sebagai
karyawan. Jadi, kalau ada orang yang mengeluh bayarannya kurang, saya cuma mesem saja. Lha wong sudah tahu kurang kok masih betah. Karepmu iku piye to?
10 bulan kemudian saya resign dan kembali ke Malang
membuka advertising sendiri. Pada perkembangannya, usaha pembuatan reklame tersebut
berubah jadi bengkel las pagar, kanopi. Dan alhamdulillah, bisnis kecil saya
berjalan cukup baik sampai sekarang
Dari situ pula saya mempelajari sesuatu yang jadi titik
kelemahan yang membuat usaha terdahulu bangkrut. Yaitu, penguasaan bidang
bisnis yang dijalankan luar dalam. Dengan pengetahuan mendalam, memudahkan kita
dalam menyusun rencana bisnis secara matang. Ya, selama ini saya tak peduli
dengan planning, strategi dan hal ribet lain dalam berbisnis. Saya selalu
berasumsi, jalani saja dulu, urusan belakangan. Dan itu ternyata merupakan
kenekatan membabi ngepet!!
(end)
Tips singkat di atas merupakan cara bangkit dari
kebangkrutan bisnis versi saya. Sebagai pelengkap tips-tips dari para ahli,
motivator bisnis yang jumlahnya segudang dan bisa ditemukan secara mudah di
internet. Saya sengaja tidak mengutip dari sumber referensi manapun untuk tips
ini guna menjaga netralitas. Jadi, solusi bangkit dari keterpurukan usaha ini
memang berdasar kisah pengalaman pribadi.
Tapi tiap individu tentu punya trik tersendiri. Belum
tentu cara saya di atas cocok diterapkan pada orang lain. Semua tergantung jenis
wira usaha, situasi, kondisi, pola pikir, latar belakang pendidikan, faktor
keluarga, lingkungan pergaulan dan 1001 faktor pengaruh lain. Artinya, Anda tak
perlu meniru cara saya bangkit dari kebangkrutan jika dirasa kurang efektif.
Jika ternyata dicoba dan berhasil, saya ikut bahagia. Karena tujuan dari
artikel ini adalah memberikan bacaan yang berfaedah. Bisa diambil hikmahnya.
Saya sih berharap Anda langsung mencapai kesuksesan dalam
berbisnis tanpa melewati fase cobaan kegagalan segala. Sebab, pada hari “H”
tersebut, rasanya tuh seperti lagi tidur ketindihan. Sadar apa yang terjadi
tapi sulit sekali untuk bangkit. Tapi begitu bisa bangun, leganya minta ampun.
Seperti yang saya rasakan saat ini hehehe...
Saya memang bukan pengusaha besar yang sukses. Bisnis
saya biasa saja, tak ada yang istimewa. Tapi soal jatuh bangun berwirausaha, saya sudah banyak pengalaman gonta-ganti usaha. Dan untuk mengajak orang lain sukses itu tak perlu menunggu kita sudah sukses atau belum. Buktinya, ustadz dan para pemuka agama ngajak ke jalan surga biarpun beliau-beliau belum pernah masuk surga bukan?
Semoga
usaha yang terakhir ini tak mengalami nasib seperti usaha terdahulu. Dan semoga
cerita nyata pengalaman bangkit dari keterpurukan ini bisa diambil hikmahnya.
Akhir kata, ijinkan saya menyampaikan sedikit kata-kata sok bijak
Kegagalan dan kebangkrutan dalam bisnis itu bukan hal
yang aneh. Tak ada yang istimewa untuk disesali. Percuma saja terlalu
dipikirkan sampai stress. Toh semua sudah terjadi. Mau mikir sampai kepala
botak juga tiada guna. Hanya buang-buang waktu dan energi saja. Dan cara atau
solusi terbaik untuk berhenti meratap adalah, segera bangkit!! Dan jangan lupa, berdoa pada Tuhan...